09 December 2010

Hati-Hati Memilih Dokter Kandungan

Untuk Kawan Perempuan baik yang masih gadis ataupun sudah ibu-ibu, baik yang sudah hamil maupun yang sedang merencanakan kehamilan. Tak lupa buat para laki-laki yang dalam hal ini bapak ataupun suami. Sebaiknya anda perlu berhati-hati memilih dokter Spesialis Kandungan/Obgyn (dspog), kenapa? Karena objek yang diperiksa adalah daerah rawan yang kalau terjadi kesalahan bisa berakibat fatal. 

Menyinggung tentang kesalahan diagnosa/pemeriksaan, akhir-akhir ini sering terjadi malpraktek, bahkan tak sedikit kasus-kasus malpraktek terjadi di rumah sakit - rumah sakit besar yang ditangani oleh dokter-dokter dengan jam terbang tinggi dan dengan fasilitas penunjang pemeriksaan yang berkualitas. Begitupun di sekitar saya, beberapa terjadi di rumah sakit dan orang-orang disekeliling saya baik dokternya sebagai pelaku malpraktek maupun pasien dalam hal ini sebagai korban, termasuk saya sendiri.

Berikut beberapa kasus malpraktek yang terjadi di sekitar saya dan yang saya alami sendiri sebagai pengalaman pribadi yang saya pikir baik untuk dibagi agar orang lain tidak menjadi korban yang sama.

Kasus pertama diceritakan oleh seorang kawan sesama ibu, yang korbannya memang tidak saya kenal, tapi dokternya adalah dokter yang sama yang menangani saya, hanya saja kami berdua berada pada RS yang berbeda. Karena dspog yang bersangkutan memang praktek di banyak tempat di RS-RS Besar. Sebut saja ibu A yang baru mengetahui bayinya tidak lengkap jarinya setelah keluar dr RS. Ibu A tidak tahu sebelumnya karena selama di RS yang mengurusi bayi adalah perawat dan pastinya bayi di bedong terus selama di RS kecuali saat berganti pakaian saja terlihat jari-jarinya itupun yang merawat bayi adalah perawat. Namun baiknya sang perawat yang menjadi operator selama ibu A di ruang operasi mengadukan kejadian yang disimpan rapat oleh dspog yang menangani ibu A ini. Bahwasannya pada saat melakukan bedah di perut ibu A dengan pisau laser, jari si dedek bayi ikut terpotong dan disimpan di saku pakaian steril yang diapakai oleh dspog yang menangani dan tidak melaporkan diri ke pihak RS. Dan Dspog yang bersangkutan diskors dari RS tersebut.

Kasus Kedua, masih dengan dokter yang sama namun dengan sumber yang berbeda. Sumbernya adalah teman kakak yang merupakan korban langsung dari si dspog yang sama tersebut. Ibu tersebut menyampaikan ke kakak saya, bahwa bayinya meninggal di dalam kandungan tanpa sebab dan itu tidak terdeteksi selama pemeriksaan padahal ibu itu mengaku kalau dia melakukan pemeriksaan rutin. Wallahua'lam bis shawwab

Kasus ketiga, ini terjadi pada seorang istri teman suami, kebetulan saya juga kenal hanya saja dokter yang menangani berbeda. singkat cerita, Ibu tersebut melakukan bedah cesar untuk mengeluarkan bayinya dan diikuti terpotongnya saluran kencing yang mengakibatkan ibu tersebut harus memakai kateter selama 3 minggu setelah bedah cesar yang dilakukannya. 

Kasus berikutnya, dialami oleh tante saya. Beliau cesar anak pertama dan beberapa waktu sesudahnya mengalami nyeri/sakit hebat di perutnya. Ternyata setelah dilakukan USG, tampak sebuah gunting bedah di dalam perutnya. Akhirnya tante saya harus dibedah lagi untuk mengeluarkan gunting yang tertinggal di dalam perutnya.

Kasus terakhir adalah kasus yang saya alami sendiri. Seperti saya sampaikan di tulisan saya sebelumnya, saya mengetahui bahwa kandungan saya bermasalah setelah mendekati waktu kelahiran. Tepatnya di minggu ke 35 masa kehamilan saya. Bermula dari pemeriksaan dua mingguan hingga masuk pemeriksaan satu mingguan saya curiga dengan perut yang tak kunjung membesar dan berat badan bayi yang tak juga bertambah. Padahal dari beberapa sumber yang saya dapat, seharusnya pertumbuhan BB bayi di minggu-minggu ini naik 0.5 kg. Karena diagnosa dokter menyatakan sehat dan normal lagi-lagi saya ga bisa bertanya lebih banyak karena setiap pertanyaan saya selalu dijawab dengan, "gak papa, ibu. Bayinya sehat dan normal". Sebenarnya meski tidak nyaman karena jawaban beliau di setiap waktu kontrol selalu sama dan waktu pemeriksaan yang terburu-buru, saya terpaksa menerima karena beliau adalah dspog perempuan satu-satunya di RS besar di dekat tempat tinggal saya. Dan Sebagai second opinion saya periksa di tempat lain dengan dokter yang berbeda (kali ini terpaksa karena dokternya laki-laki, hiks) dan kebetulan di RS tersebut menerima share jamkes untuk PNS. Dari hasil pemeriksaan dspog ini, menurut beliau terjadi beberapa keanehan dalam kandungan saya, ketuban yang berkurang dan BB bayi yang terjadi selisih lebih kecil 4 minggu dari yang seharusnya. Intinya bayi tidak berkembang dan harusnya sudah diketahui dari 4 minggu yang sebelumnya. Akhirnya setelah mencari dokter yang lain sebagai penguatan dari dua pendapat yang berbeda, saya mencoba mencari opini yang lain dari dokter senior di RS yang lain. Dari sanalah aku harus puas dengan diagnosa dokter yang mendukung pernyataan dokter kedua atas pemeriksaan kandunganku. Dan akhirnya harus dilakukan bedah cesar karena ketuban sudah kering. Inilah foto bayiku yang kata dokter yang membantu proses kelahirannya, seperti berada di padang pasir-kering kerontang.



No comments:

Post a Comment